Indonesia Perkuat Pelindungan Benda Budaya Melalui Ratifikasi Konvensi Internasional
September 30, 2025 2025-09-30 20:46Indonesia Perkuat Pelindungan Benda Budaya Melalui Ratifikasi Konvensi Internasional
Depok, (30 September 2025) – Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UI, Program Studi Pascasarjana Arkeologi UI, menyelenggarakan sosialisasi Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia tentang Pengesahan Konvensi UNESCO 1970 dan Konvensi UNIDROIT 1995.
Konvensi UNESCO 1970 merupakan instrumen hukum internasional yang mengatur tentang tata cara pelarangan dan pencegahan impor, ekspor, dan pengalihan kepemilikan benda budaya secara ilegal. Sementara itu, Konvensi UNIDROIT 1995 melengkapi kerangka hukum tersebut dengan menyediakan mekanisme pengembalian, restitusi, dan repatriasi benda budaya yang hilang atau dicuri.
Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman sivitas akademika dan masyarakat luas terhadap keikutsertaan Indonesia dalam kerja sama internasional, dan menggali manfaat, dampak sekaligus konsekuensi dari rencana pemerintah untuk meratifikasi kedua konvensi tersebut, serta menyelaraskan langkah-langkah strategis nasional dalam tata kelola pelindungan, pelestarian, dan pemajuan kebudayaan, dalam kedudukan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional.
“Sebagai institusi akademik yang bergerak di bidang humaniora, sejarah, arkeologi, dan studi budaya, kami memandang bahwa pengesahan dua konvensi internasional ini adalah langkah strategis dalam upaya pelindungan dan pelestarian warisan budaya Indonesia.” Kata Bondan Kanumoyoso, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Peningkatan kasus perdagangan ilegal benda budaya dalam tiga tahun terakhir menjadi perhatian serius pemerintah. Berdasarkan data Divhubinter Polri, jumlah penindakan kasus meningkat dari 380 kasus pada 2021 menjadi 556 kasus pada 2022, dan 511 kasus pada 2023. Fenomena ini menegaskan pentingnya langkah kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan lembaga internasional.
“Konvensi UNESCO 1970 menegaskan bahwa pelestarian warisan budaya bukan sekadar kewajiban nasional, tetapi tanggung jawab kolektif umat manusia, di mana pencegahan perdagangan ilegal dan restitusi benda budaya harus dijalankan melalui kerja sama internasional yang efektif.” ujar Prof. Ismunandar, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Kebudayaan.
Kerja Sama Internasional dan Kerangka Hukum
Pemerintah Indonesia terus mengoptimalkan peran serta dalam forum-forum internasional, termasuk melalui keanggotaan di UNESCO dan UNIDROIT. Indonesia telah menandatangani komitmen hukum internasional seperti Konvensi Hague 1954, Konvensi UNESCO 1970, dan Konvensi UNIDROIT 1995 yang mengatur pencegahan serta penanganan perdagangan ilegal benda budaya.
“Keanggotaan Indonesia pada Konvensi UNESCO 1970 dan UNIDROIT 1995 menunjukkan komitmen Pemerintah mengenai perlindungan benda budaya, khususnya pelaksanaan repatriasi benda budaya. Perlu adanya dorongan dan pengarusutamaan mengenai mekanisme repatriasi benda budaya. Terdapat kewajiban UNESCO 1970 terkait dengan registri nasional, dimana Pemerintah bersama perguruan tinggi dan pelaku budaya dapat terlibat.” tegas Banyualam, Pengajar Hukum Internasional, Universitas Indonesia.
Sebagai anggota Executive Board UNESCO dan Finance Committee di UNIDROIT, Indonesia memiliki peluang untuk berperan lebih aktif melalui pertukaran informasi, penegakan hukum bersama, riset, hingga capacity building. Namun, pemanfaatan keanggotaan ini dinilai masih belum optimal.
Selain membangun kerangka hukum nasional, pemerintah menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait pelindungan benda budaya. Upaya ini tidak hanya menjaga nilai historis, tetapi juga membuka peluang peningkatan kesejahteraan melalui pengelolaan yang berkelanjutan.
“Upaya repatriasi sekaligus konsep re-exhibition untuk benda-benda purbakala Indonesia yang diduga tersimpan di beberapa museum di Belanda, merupakan wujud pengamalan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan di atas Dunia.” tambah Ali Akbar, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional.
“Seluruh konvensi dan produk hukum pada dasarnya bertujuan untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan Cagar Budaya (CB). Selain itu, konvensi dan regulasi tersebut juga mengandung semangat untuk meningkatkan kesadaran publik serta membangun sumber daya manusia yang teredukasi dalam upaya pelestarian budaya.” jelas Abi Kusno, Kepala Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan.
ILUNI UI bersama ILUNI Fakultas Ilmu Budaya (FIB), ILUNI Fakultas Hukum (FH), dan Pascasarjana Arkeologi UI berkolaborasi dalam mendukung upaya pemerintah memperkuat sistem perlindungan warisan budaya. Dukungan ini memperlihatkan sinergi akademisi lintas disiplin dalam mengawal proses harmonisasi hukum, penelitian, hingga advokasi publik.
“Perlindungan artefak kuno harus dijalankan dengan insentif dan mekanisme yang tepat sesuai ketentuan hukum internasional, khususnya UNESCO dan UNIDROIT. Upaya ini membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah dan pihak swasta untuk mencegah peredaran barang ilegal melalui verifikasi kepemilikan. Benda budaya adalah kekayaan bangsa, sehingga tidak boleh diambil secara sepihak oleh penemu, dan hanya artefak yang sah menurut hukum yang dapat dimiliki atau diperjualbelikan.” Kata Ketua Umum ILUNI UI, Pramudya A. Oktavinanda, dalam sambutannya.
Pramudya menambahkan bahwa ILUNI UI memiliki peran penting dalam memfasilitasi serta menyediakan ruang bagi diskusi strategis para pakar Universitas Indonesia, khususnya dalam isu-isu pelestarian dan perlindungan warisan budaya.